Kincir angkasa


Selain karena misinya yang besar, ada beberapa wahana antariksa yang memiliki bentuk yang sangat unik yang berbeda dari wahana antariksa lainnya dan salah satunya adalah Juno yang akan kita bahas minggu ini. Juno adalah wahana antariksa ke Jupiter yang dioperasikan oleh Jet Propulsion Laboratory atau JPL. Pengorbit Jupiter ini adalah wahana antariksa kedua dari New Frontiers Program milik NASA setelah New Horizons, sebuah kelompok misi angkasa untuk meneliti tata surya kita. Saat ini baru ada 2 wahana antariksa yang mengorbit Jupiter, yaitu Galileo dari tahun 1995 sampai 2003 dan Juno, yang diluncurkan dari Cape Canaveral pada 5 Agustus 2011 dengan Roket Atlas V. Pada Oktober 2013, Juno mempercepat kecepatannya dengan bantuan gravitasi Bumi dan sampai di planet kelima ini pada 5 Juli 2016. Wahana antariksa berdiameter 20 m dan setinggi 4.5 m ini memakan biaya $1.1 miliar. Nama Juno berasal dari Mitologi Yunani dan Romawi untuk Istri Dewa Jupiter. Mitologi itu menceritakan tentang Dewa Jupiter yang menarik selubung awan di sekitar dirinya untuk menyembunyikan kenakalannya. Karena itulah, Jupiter yang planet selalu terselubung awan. Tapi, Dewi Juno bisa mengintip ke dalamnya dan menunjukkan sifat asli Dewa Jupiter, sama seperti yang dilakukan wahana antariksa Juno. Hanya saja, tujuan Juno adalah Jupiter yang planet. 

Petir di Jupiter

Juno akan mempelajari tentang awal dari tata surya kita dengan memahami asal usul dan perkembangan planet terbesar di tata surya kita ini. Caranya adalah dengan mengukur komposisi Jupiter, gravitasi, medan magnet yang mempengaruhi aurora di kedua kutubnya, magnetosfer kutub, suhu, bentuk awan, mencari tahu apakah Jupiter memiliki inti batu, jumlah air yang ada di atmosfer dalam, dan angin yang bisa secepat 620 km/jam. Kenapa kita masih harus mencari tahu tentang awal dari tata surya kita, padahal kita sudah tahu bagaimana tata surya terbentuk? Itu karena pembentukan tata surya yang dimulai dengan runtuhnya nebula yang kemudian membentuk Matahari dan planet masih teori alias bisa saja salah. Karena itu, para astronom harus memastikannya dengan cara meneliti Jupiter yang bisa mempertahankan komposisi aslinya yang berasal dari tata surya awal karena massanya yang besar sehingga kita bisa menelusuri sejarah tata surya kita dari situ.

Untuk mengamati planet terbesar di tata surya kita ini, Juno menggunakan Gravity Science, Microwave Radiometer atau MWR untuk mengukur suara dan komposisi atmosfer, Magnetometer vektor (MAG), Detektor partikel plasma dan berenergi (JADE dan JEDI), Eksperimen gelombang radio/plasma, Pencitra/spektrometer ultraviolet (UVS), dan Pencitra/spektrometer inframerah (JIRAM). Ada tambahan satu lagi, yaitu kamera berwarna seperti yang kita sering pakai bernama JunoCam yang memberikan gambar tentang Jupiter kepada publik. Selama setahun, Juno akan mengorbit Jupiter 32 kali setinggi 5.000 km di atas awan tertingginya. Apakah kalian sadar bahwa bentuk Juno mirip dengan kincir angin? Ternyata cara kerjanya sama dengan kincir angin juga lho! Rotasi Juno malah membuat arah hadapnya sangat stabil sehingga mudah dikendalikan. Juno menjadi wahana antariksa pertama yang menggunakan panel surya ke Jupiter yang merentang sekitar 20 m dari tubuh utama Juno yang berbentuk heksagon, menjadikannya sebagai panel surya terbesar yang pernah dipasang di wahana antariksa, berbeda dengan wahana antariksa Galileo yang menggunakan tenaga nuklir. 

Ketiga panel suryanya selalu terkena sinar Matahari dari peluncuran sampai akhir misi, kecuali untuk beberapa menit selama melakukan terbang lintas di Bumi. Juno akan menghindari daerah radiasi tinggi di Jupiter dan untuk melindungi sistem elektroniknya yang sensitif, Juno membawa brangkas elektronik terlindung dari radiasi. Juno juga membawa suvenir ke Jupiter, yang pertama untuk menghargai Galileo Galilei. Sebuah plakat dari aluminium seberat 6 g dikirim ke Jupiter untuk Galileo Galilei yang dibuat oleh Italian Space Agency (ASI) yang berukuran 7,1 x 5,1 cm. Plakat ini terdiri dari potret Galileo dan teks dalam tulisan tangan Galileo sendiri yang ditulis pada Januari 1610 saat pencipta teleskop itu mengamati obyek angkasa yang kemudian disebut Bulan-bulan Galilean karena ditemukan olehnya. Selain itu, Juno juga membawa 3 miniatur Lego dari Galileo Galilei yang membawa teleskop, Dewa Jupiter yang memegang petir, dan Dewi Juno yang memegang kaca pembesar sebagai tanda mencari kebenaran dari suaminya. Ketiga miniatur lego yang terbuat dari aluminium itu diproduksi untuk menginspirasi minat anak-anak dalam sains, teknologi, teknik, dan matematika. Selama di Jupiter, Juno mengumpulkan informasi tentang petir di Jupiter dan mengambil gambar pertama dari aurora di kutub utara Jupiter. Juno juga menemukan bahwa ada lebih banyak air di Jupiter dari yang diduga sebelumnya dan ada awan badai yang menyerupai bentuk mata naga dan bahkan mirip lumba-lumba. Ada badai lain yang mirip dengan Bintik Merah Raksasa yang dinamakan Pusaran Moka, topan selebar sekitar 400 km yang berputar-putar di belahan selatan Jupiter. Warnanya mungkin adalah hasil dari angin yang menyapu awan di atas dan memperlihatkan material yang lebih gelap di bawahnya.
Pusaran Moka

Kanan : badai berbentuk mata naga

Misi Juno selesai pada Juli 2021 dan diperpanjang sampai September 2025 untuk menjelajahi cincin Jupiter dan bulan-bulannya, terutama 3 Bulan Galilean yang paling menarik, yaitu Ganymede, Europa, dan Io. Juno akan mengakhiri misinya dengan masuk ke dalam atmosfer Jupiter. Kira-kira, apa saja yang akan ditemukan Juno di misi terakhirnya? Mari kita tunggu. 


-------------

Lihat juga rekamannya ya :

Post a Comment

0 Comments