
Pada awal tahun ini, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang astronomi dengan beroperasinya Satelit Surya-1. Satelit Surya-1 adalah satelit nano atau cube satellite - disingkat cubesat - berukuran 10 cm x 10 cm x 11,35 cm dengan berat 1 - 1,3 kg. Bobotnya itu lebih kecil dari satelit mikro atau tubesat yang biasanya memiliki berat 50-70 kg. Satelit Surya-1 dibangun oleh 7 mahasiswa dari Universitas Surya dengan biaya Rp3 miliar. Ketujuh mahasiswa itu adalah Hery Steven Mindarno, Setra Yoman Prahyang, M. Zulfa Dhiyaulfaq, Suhandinata, Afiq Herdika Sulistya, Roberto Gunawan, dan Correy Ananta Adhilaksma. Selama proses pembuatan satelit, mereka dibantu oleh dosen mereka dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) - yang sekarang berganti nama menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN - dan Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI). Satelit Surya-1 berfungsi untuk seluruh laboratorium kampus dan bisa menjadi GPS untuk melacak posisi mobil, pejalan kaki, perahu nelayan, dan di dalam hutan. Selain itu, satelit ini juga bermanfaat untuk mengirim data, komunikasi darurat, dan mengukur ketinggian air.

Misi Utama dari Proyek SS-1 adalah Automatic Package Radio System (APRS) untuk kebutuhan ORARI. Proyek SS-1 diinisiasi oleh Surya University dan ORARI sejak Maret 2016. SS-1 baru mulai dibangun di Pusat Teknologi Satelit pada tahun 2017. Satelit terbaru Indonesia ini disponsori oleh PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Pudak Scientific, ORARI, sampai Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pada Februari 2018, Tim SS-1 mengikuti sayembara program KiboCUBE yang diadakan oleh UNOOSA dan JAXA. 6 bulan setelahnya, Tim SS-1 memenangkan sayembara itu dan mendapatkan tempat peluncuran dari ISS. Kemudian, di acara Asia Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF) ke-24 pada November 2018 di Singapura, Tim SS-1 melakukan perjanjian kerja sama dengan JAXA dalam proses pembuatan satelit.

Di tahun berikutnya, JAXA mengunjungi Tim SS-1 pada Mei 2019 di Pusat Teknologi Satelit untuk membahas dokumen peluncuran yang dibutuhkan untuk Fase 01. Fase 01 adalah tahap Perancangan dan Simulasi Nano Satelit. Lalu, pada Desember 2019 SS-1 lolos pada Fase 02 sehingga bisa melanjutkan ke Fase 03, yaitu Pembuatan dan Pengujian Nano Satelit. Fase 03 terus berlangsung selama tahun 2020. Pada pertengahan 2021, Satelit Surya-1 mulai dirangkai. Pada tahun itu juga SS-1 melakukan Final Functional Testing dan Environmental Testing di Pusat Teknologi Satelit LAPAN, Bogor. Akhirnya SS-1 diserahkan kepada JAXA di Tsukuba Space Center pada 8 Juli 2022 karena JAXA yang akan meluncurkan satelit tersebut. Sebelum diluncurkan, SS-1 dipasang pada Modul JSSOD - singkatan dari JEM Small Satellite Orbital Deployer - modul peluncur yang akan digunakan untuk melepaskan satelit dari ISS ke orbit. Sampai hari peluncuran, satelit Indonesia ini disimpan di ruangan yang bersih dan gelap agar tidak rusak.

Pada minggu, tanggal 27 November 2022, SS-1 diluncurkan menuju ISS dengan Roket SpaceX Falcon-9 CRS-26 dari Florida. SS-1 baru dilepaskan dari ISS menuju Low Earth Orbit atau LEO dengan memakai Modul Kibo milik JAXA pada Jumat, 6 Januari 2023. Pelepasan SS-1 dilihat secara langsung oleh banyak orang melalui acara yang diadakan di Gedung BJ Habibie BRIN (Jakarta) dan Tsukuba Space Center (Jepang) dan dihadiri langsung oleh Laksana Tri Handoko selaku Kepala BRIN dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kanasugi Kenji. Satelit kita ini akan beroperasi di ketinggian 400-420 km di atas permukaan Bumi dengan sudut inklinasi 51,7^o paling cepat selama 2 tahun. Satelit Surya-1 akan melewati Indonesia 1,5 jam sampai 2 jam sekali dan akan mengitari negara kita 4 - 5 kali sehari. Selamat untuk Satelit Surya-1!

0 Comments