Gamelan di angkasa



Menurut kalian, apakah alat musik bisa dibawa ke luar angkasa? Bisa saja, tapi kelihatannya tidak ada orang yang pernah berpikir untuk membawa alat musik ke luar angkasa. Jadi tidak mungkin jika gamelan yang terdiri dari banyak alat musik itu dibawa seluruhnya ke angkasa. Lalu, apa yang dimaksud dengan 'Gamelan di luar angkasa'? Maksudnya adalah ada sebuah lagu yang dimainkan dengan alat musik khas Jawa ini dan lagu inilah yang 'dibawa' ke angkasa. Judul lagunya adalah Puspawarna yang berarti beragam warna bunga. Yang dimaksud dengan 'beragam warna bunga' adalah berbagai suasana, rasa, dan nuansa. Lagu Puspawarna ditulis oleh Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV dari Surakarta yang hidup dari tahun 1853-1881. Sementara yang memainkan Puspawarna adalah Pak Tjokrowasito. Lagu Puspawarna yang berdurasi 4 menit 43 detik ini biasa dimainkan saat menyambut pangeran yang masuk ke dalam istana.


Lagu Puspawarna dipilih sebagai salah satu media untuk mencari kehidupan di luar angkasa. Kenapa lagu ini yang terpilih? Karena seperti bunga yang mekar, Puspawarna adalah simbol yang bisa dibayangkan sebagai 'mekarnya' 2 obyek angkasa saat alam semesta mulai tercipta, yaitu bintang dan galaksi. Puspawarna 'dibawa' ke angkasa menggunakan wahana antariksa Voyager 1 dan 2 pada tahun 1977. Para ilmuwan mengumpulkan banyak informasi mengenai Bumi untuk kemudian dimasukkan ke dalam 2 piringan emas bernama Voyager Golden Record. Kemudian, seorang etnomusikolog (seniman) Amerika bernama Robert E. Brown mengusulkan agar lagu Puspawarna juga dimasukkan ke dalam piringan emas. Para ilmuwan setuju, terutama Carl Sagan yang juga menyukai lagu Puspawarna. Sekadar informasi tambahan, Robert E. Brown juga pernah merekam Puspawarna secara langsung pada 1971 di keraton Paku Alaman di Jogja.


Ngomong-ngomong, apa isi dari Voyager Golden Record selain Puspawarna? Voyager Golden Record juga berisi lagu-lagu lain karya banyak musisi dari berbagai negara (Beethoven, Mozart, dll). Selain itu, piringan yang terbuat dari tembaga berlapis emas ini juga berisi pesan-pesan sapaan dari 55 negara (termasuk Indonesia), suara alam, dan 115 gambar. Adapun pesan sapaan dari Indonesia adalah “Selamat malam, hadirin sekalian. Sampai jumpa dan sampai bertemu lagi di lain waktu". Untuk suara alam meliputi suara ombak, angin, petir, suara-suara binatang (kicauan burung dan suara ikan paus), dan mungkin ada juga suara alam yang lainnya. Durasi seluruhnya adalah 90 menit.
Sebagian besar gambar dan informasi dari Voyager Golden Record tertulis di buku terbitan 1978 yang berjudul : Murmurs of Earth: The Voyager Interstellar Record. Salah satu orang yang menyusun buku ini adalah Carl Sagan.

Ilustrasi

Kalau dilihat-lihat, isi dari piringan emas ini sebenarnya menggambarkan keanekaragaman makhluk hidup dan budaya di Bumi yang ditujukan untuk kehidupan di angkasa. Jadi, seandainya Voyager bertemu dengan makhluk luar angkasa atau yang kita sebut alien, para ilmuwan di Bumi berharap agar para alien itu memutar piringan emas sehingga bisa mengetahui bahwa di Bumi ada kehidupan, dan siapa tau mereka berniat mengirimkan sinyal ke Bumi. Tapi, Voyager 1 dan 2 saat ini belum keluar dari tata surya kita. Dengan kata lain, kemungkinan kedua Voyager bertemu dengan makhluk asing masih lama sekali. Apakah piringan emas yang dibawa mereka berdua bisa bertahan selama ribuan tahun? Ternyata bisa lho! Penutup piringan emas terbuat dari bahan khusus, yaitu Uranium - 238 yang bisa bertahan selama 4,51 miliar tahun. Tapi, karena kecil kemungkinan Voyager bertemu dengan makhluk asing, Voyager Golden Record bisa dikatakan sebagai kapsul waktu yang mungkin justru akan ditemukan oleh manusia Bumi di masa depan.


Ternyata Voyager Golden Record juga muncul di beberapa film lho! Aku hanya akan menjelaskan sedikit tentang 3 film yang mengutip tentang piringan emas. Yang pertama adalah serial Transformer Beast Wars. Dalam serial Transformers Beast Wars, ada suatu benda bernama Golden Disk. Ternyata Golden Disk ini adalah piringan emas Voyager. Film kedua adalah Battlefield Earth. Cerita film yang awalnya berasal dari buku fiksi ini menceritakan tentang suatu ras bernama Psyclo yang datang ke Bumi setelah menemukan Piringan Emas Voyager. Setelah sampai ke Bumi, mereka kemudian menghancurkan Bumi. Film yang ketiga mungkin tidak asing untuk kalian, yaitu Star Trek. Yang muncul di film ini bukan piringan emas, melainkan bagian dari penutup piringan emas ini. 


Sekarang kita kembali lagi ke Puspawarna. Lebih tepatnya tentang pemain lagu ini, yaitu Bapak Tjokrowasito. Sebenarnya itu bukan nama asli beliau, karena nama aslinya adalah K.P.H. Notoprojo (K.P.H = Kanjeng Pangeran Haryo). Beliau lahir pada tanggal 17 Maret 1909 di Jogja dan merupakan maestro (ahli) gamelan di Indonesia lho! Beliau juga adalah pemimpin gamelan di Keraton Paku Alaman. Pada tahun 1971, beliau pindah ke California untuk mengajar gamelan di Institut Seni California. Beliau adalah orang yang memulai generasi-generasi pertama musisi gamelan di Amerika. Lalu, pada tahun 1983 sebuah bintang baru di rasi Andromeda diberikan nama Wasitodiningrat yang mengacu pada nama Tjokrowasito. Pastinya beliau beruntung sekali, bukan? Saat ini Bapak Tjokrowasito sudah meninggal. Beliau meninggal dunia pada tahun 2007 di Jogja. Nah, saat masih hidup, beliau meninggalkan suatu pesan yang berbunyi : Lestarikan seni klasik Jawa sebelum kita tercabut dari akar budaya. Kalau dilihat, pesan beliau itu benar karena saat ini sudah tidak banyak orang yang tertarik dengan budaya Jawa, padahal itu budaya khas negara kita. 

Pesan beliau tertulis di Monumen Tapak Prestasi di Jogja. 
Cap tangan di gambar yang kanan adalah cap tangan beliau. 

Jadi, kita harus melestarikan budaya-budaya di Indonesia agar budaya kita tidak hilang, melainkan tetap 'hidup'.  

Kiri = buku, kanan = film 






Post a Comment

0 Comments