Layang-layang Angkasa


Apa itu LightSail? Kalau diterjemahkan, jadinya adalah 'layar cahaya'. Pasti istilah ini aneh untuk kalian karena memangnya ada layar yang menggunakan energi cahaya? Tapi ternyata memang ada lho! LightSail sebenarnya adalah nama suatu alat pendorong Satelit CubeSats yang diluncurkan pada 25 Juni 2019. LightSail atau bisa dinamakan sebagai layar surya atau Matahari menggunakan sinar Matahari sebagai pengganti bahan bakar untuk mendorong CubeSats, berbeda dengan para satelit sebelumnya yang menggunakan pendorong seperti roket. Memang aneh bagaimana cahaya bisa mendorong benda seberat satelit. Caranya begini. Cahaya terbuat dari sekumpulan energi foton yang memiliki daya gerak dan daya gerak inilah yang ditangkap layar surya dengan lembaran bahan reflektif yang besar. Saat foton memantul dari layar, sebagian besar dari gaya mereka disalurkan sehingga mempercepat layar ke arah yang berlawanan dengan pantulan cahaya. Mungkin memang lebih lambat dari pendorong yang biasa dipakai sebelum layar surya tercipta, tapi selain murah, layar surya juga hemat energi dan adalah satu-satunya cara yang diketahui yang bisa digunakan untuk perjalanan ke antarbintang. Pada 2016. Grup Breakthrough Initiatives mengusulkan untuk mengirim sekelompok wahana antariksa dengan layar surya bertenaga laser ke Alpha Centauri - bintang terdekat kita - dalam waktu 20 tahun lagi. Kecepatan layar surya sebetulnya cukup cepat, yaitu bisa mencapai 549 km/jam atau kira-kira sama dengan kecepatan pesawat jet kalau terus-menerus mendapatkan sinar Matahari dalam sebulan. Layar Matahari yang dipakai CubeSats berbentuk persegi dengan panjang sisi 5.6 m alias memiliki luas sekitar 32 m persegi atau seukuran ring tinju. Dengan tebal yang kurang dari tebal rambut manusia, LightSail juga memiliki lapisan anti robek untuk mengurangi penyebaran robek yang disebabkan serpihan angkasa. Orang yang mengusulkan ide untuk membuat layar surya ini adalah seorang astrofisikawan terkenal bernama Carl Sagan pada 1976. Setelah tercipta, LightSail 2 dinobatkan sebagai salah satu dari 100 Penemuan Terbaik TIME tahun 2019 dan memenangkan penghargaan Popular Science Best of What's New di tahun 2019. 
CubeSats 

Organisasi bernama Planetary Society yang menjalankan misi ini membutuhkan biaya $7 juta dari 2009 sampai Maret 2019. CubeSats dan LightSail yang masih beroperasi saat ini berada di ketinggian 717 km. Panjang dan lebar CubeSats hanya 78.3 cm dan 34.8 cm, mirip seperti balok biasa. Selain memiliki 2 kamera untuk mengambil gambar, CubeSats juga membawa sebuah DVD kecil yang berisi kumpulan anggota Planetary Society dan 4 panel surya beserta 8 baterai lithium ion penyimpan energi cadangan yang bisa diisi ulang. Nah, mungkin ini agak aneh. Kenapa CubeSats masih harus menyimpan energi dari panas Matahari, padahal sudah ada layar Matahari? Karena pada saat gerhana Matahari terjadi, LightSail sama sekali tidak bisa mendapatkan sinar Matahari alias tidak bisa bergerak. Pada saat itu, CubeSats akan menggunakan energi simpanannya untuk bergerak. Kalau kalian ingin melihat CubeSats dan LightSail, kalian mungkin bisa melihatnya bahkan dengan mata telanjang saat senja dan fajar kalau kalian beruntung, karena wahana antariksa itu hanya bisa terlihat untuk beberapa pengamat saja. Selain LightSail, organisasi lain bernama NASA juga sudah berencana untuk menjalankan 3 misi yang memakai layar surya, yaitu NEA Scout, Solar Cruiser, dan ACS3. 

LightSail 2 dan CubeSats di tengahnya

Teknologi layar Matahari sudah diimajinasikan jauh sebelum LightSail 2 dibuat dan Planetary Society didirikan. Teknologi ini sudah muncul sejak tahun 1608 saat seorang astronom terkenal bernama Johannes Kepler membuat teori tentang layar dan kapal yang bisa 'terbang' di langit karena pada saat itu masih belum ada yang namanya pesawat, apalagi pesawat ruang angkasa. Lama setelah itu, pada 1964 seorang penulis bernama Arthur C. Clarke menulis cerita sci-fi berjudul The Sunjammer yang menceritakan tentang pelayaran menggunakan layar surya. Setelah itu, layar Matahari mulai dikenal banyak orang. Pada 1975, NASA mulai merancang wahana antariksa dengan layar surya yang mungkin akan ke Komet Halley. Setahun kemudian, Carl Sagan menunjukkan rancangan wahana antariksa itu ke publik melewati acara The Tonight Show. Setelah berdirinya Planetary Society pada 1980, organizais ini mulai membangun Cosmos 1 pada 1999, sebuah wahana antariksa pertama yang memakai layar Matahari. Tapi sayangnya, pada 2005, Cosmos 1 yang diluncurkan dengan Roket Volna - sebuah roket buatan Rusia - gagal meluncur. Pada tahun 2009, Planetary Society kembali berusaha untuk membuat teknologi layar Matahari dengan merancang Program LightSail. Mungkin mereka berharap bahwa LightSail akan menjadi layar Matahari pertama yang pernah dibuat, tapi ternyata setahun kemudian wahana antariksa IKAROS yang diluncurkan JAXA bersama Akatsuki ke Venus menjadi wahana antariksa pertama yang menggunakan layar surya sebagai satu-satunya tenaga. 

Planetary Society tetap meneruskan proyek mereka dan 5 tahun kemudian, pada 20 Mei 2015 LightSail 1 diluncurkan dengan Roket Atlas V. Setelah sampai di orbit Bumi - entah karena kecelakaan atau disengaja - ketinggian LightSail 1 ternyata terlalu rendah untuk mendapatkan sinar Matahari yang menyebabkan geraknya menjadi lambat. Selain itu, LightSail 1 atau yang juga diberi nama LightSail-A mengalami sedikit kerusakan sehingga tidak bisa menggunakan layar surya ataupun berkomunikasi dua hari setelah peluncurannya. Baru 9 hari kemudian - pada 31 Mei 2015 - para ilmuwan berhasil berkomunikasi kembali dengan LightSail-A. Tapi, komunikasi lagi-lagi terputus pada 4 Juni yang diduga terjadi karena adanya kesalahan pada sistem baterai. Setelah sudah diperbaiki pada 6 Juni dan layar diaktifkan kembali pada 7 Juni, uji coba LightSail 1 dinyatakan sukses. Pada 14 Juni 2015 LightSail 1 memasuki atmosfer dan mengakhiri uji cobanya. Hasil yang didapatkan para anggota Planetary Society dari LightSail 1 dipakai untuk menjalankan program LightSail 2 yang diluncurkan pada 25 Juni 2019 dengan Falcon Heavy. Falcon Heavy yang mengantar mereka saat itu utamanya membawa muatan untuk keperluan astronomi Angkatan Udara AS yang dinamakan Space Test Program 2 (STP-2). Saat diluncurkan, LightSail dan CubeSats tertutup di dalam sebuah wahana antariksa seukuran koper besar bernama Prox-1. 7 hari setelah peluncuran Prox-1 mengeluarkan LightSail 2 dan pada 7 Juli 2019, CubeSats mengambil gambar pertamanya. Pada tanggal 23 Juli 2019, layar Matahari-nya dibuka. Satu hal lagi yang unik dari layar Matahari - yang dipakai CubeSats - adalah LightSail selalu mengayunkan layarnya ke depan dan belakang untuk memberikan sedikit dorongan sehingga mirip seperti kupu-kupu raksasa. Kalau CubeSats 'tidak berlayar', mereka akan jatuh sekitar 50 m per hari. Awalnya program LightSail 2 dan CubeSats direncanakan untuk berakhir setelah kira-kira setahun, tapi misi diperpanjang pada 25 Juni 2020. Para anggota Planetary Society memperkirakan bahwa LightSail 2 akan tetap berada di orbit Bumi sampai paruh kedua tahun 2021. 

Apakah pengembangan layar Matahari hanya sampai di situ saja? Tentu saja tidak! Setelah program LightSail 2 selesai, pasti akan ada wahana antariksa lain yang akan menggunakan layar Matahari dan mungkin mereka ini akan menuju ke luar tata surya kita dan mengungkap misteri-misteri yang ada di luar sana. 

------------

Lihat juga rekamannya ya : 



Post a Comment

0 Comments