Bintang Palsu di atas Bumi

Apakah mungkin kalau kita menemukan sebuah bintang yang ternyata palsu alias bukan bintang? Tentu saja. Kalau itu bukan bintang, maka itu pasti adalah obyek angkasa lainnya. Peristiwa ini juga terjadi belum lama ini dan yang menyebabkan peristiwa 'bintang palsu' ini adalah sebuah satelit internet yang bernama Starlink. Starlink adalah satelit internet berkecepatan tinggi paling canggih di dunia milik SpaceX dengan keterlambatan internet yang rendah karena mengorbit di ketinggian 550 km saja atau di low-Earth orbit (LEO), sementara satelit lainnya mengorbit 1.000 km ke atas dari permukaan Bumi. Satelit internet yang sudah ada lebih dari 1.800 banyaknya bisa digunakan oleh siapapun di seluruh dunia dengan cara memasang antena khusus di atas rumah misalnya, walaupun untuk sekarang masih di daerah Amerika, Eropa, dan Oceania (Australia dan New Zealand). Sebelum Starlink diluncurkan pertama kali pada 24 Mei 2019 sebanyak 60 satelit sekaligus, bentuk dasarnya lebih dulu diuji coba dengan peluncuran TinTinA dan TinTinB pada Bulan Februari 2018.
Kiri : Tintin, Kanan : Orbit Starlink

Satelit ini tersebar di 24 jalur orbit dan juga bisa digunakan di tempat terpencil tanpa koneksi internet. Bahkan kalau nanti kolonisasi Mars sudah berhasil, Starlink juga direncanakan untuk dioperasikan di sana. Hasil dari penjualan layanan internet merekapun juga bisa membantu Elon Musk dan SpaceX dalam perkembangan misi ke Mars. Satelit seukuran meja ini bisa mengirimkan pesan darurat saat ada bencana alam kepada Tim Starlink yang sudah siap sedia membantu di manapun bencana alam itu terjadi, tapi untuk saat ini masih di ketiga daerah tadi. Para Starlink bisa secara otomatis menghindari serpihan angkasa dan satelit lain agar tidak bertabrakan sementara sistem navigasinya berfungsi untuk mengamati bintang-bintang untuk menentukan posisi lokasi, arah hadap, dan ketinggian Starlink saat itu alias dengan sistem koordinat.

Masing-masing Starlink diperlengkapi dengan 4 antena, 2 antena parabola, dan 1 panel surya. Setelah tenaga ionnya yang berfungsi mengatur orbit sudah habis, Starlink akan mengorbit selama beberapa bulan di orbit Bumi tanpa tenaga sebelum masuk kembali ke dalam atmosfer Bumi. Rencananya akan ada sebanyak 42.000 Starlink di orbit Bumi untuk membangun sebuah 'konstelasi raksasa', satelit-satelit yang saling bekerja sama. Kelihatannya ini akan menjadi proyek yang super-raksasa! 
Pada Oktober 2020, SpaceX menyediakan layanan 'Beta' di AS dengan kecepatan pengunduhan 100 MB/detik dan 200 Mb/detik dengan keterlambatan selama 20 milidetik (yang jelas kurang dari sedetik). Dan pada Bulan Februari ini, SpaceX mengumumkan akan menyediakan layanan Starlink Premium yang lebih baik. Apakah sampai saat ini Starlink tidak mengalami kecelakaan atau penundaan waktu peluncuran? Bukan berharap agar Starlink mengalami kecelakaan, tapi biasanya proyek besar-besaran seperti itu setidaknya mengalami sesuatu yang menghambat proses perkembangannya. Belum lama ini, Starlink mengalami kecelakaan yang tidak terduga. 49 satelit Starlink dengan nama misi Starlink 4-7 yang diluncurkan dengan Falcon 9 dari Kennedy Space Center, Florida pada 3 Februari yang lalu hampir semuanya gagal karena serangan badai geomagnetik. Badai ini terjadi karena letusan dari Matahari pada 30 Januari yang menyebabkan angin Matahari berisi partikel bermuatan sampai di Bumi pada Tanggal 2 Februari. Angin Matahari ini memunculkan arus dan plasma yang bergeser di magnetosfer Bumi sehingga menghangatkan atmosfer bagian atas Bumi dan meningkatkan kepadatan atmosfer yang akan memengaruhi satelit di orbit rendah. 
Satelit OneWeb

Hal itu akan menyulitkan para Starlink untuk bergerak dan diduga ada 40 satelit yang sudah terbakar di dalam atmosfer Bumi. Ini memang salah satu kekurangan Starlink yang mengorbit di ketinggian rendah agar bisa terbuang dengan cepat dan tidak menjadi sampah angkasa setelah mati. Untungnya tidak ada bagian satelit yang sampai ke tanah. Sedikit tambahan lagi, Peluncuran Starlink 2 minggu yang lalu ini adalah peluncurannya yang ketiga di tahun 2022. Selain Starlink, ada beberapa satelit internet lain yang berusaha untuk menyaingi 'robot angkasa' ini. Ada konstelasi satelit OneWeb pada tahun 2020 yang mirip seperti Starlink, proyek satelit internet nasional Cina, Viasat, Inc. dan O3b / konstelasi orbit Bumi Medium yang menyediakan akses internet hanya ke daerah di sepanjang garis khatulistiwa. 
Satelit Viasat, Inc.

Starlink memang membuat banyak orang merasa kagum, tapi dibalik semuanya itu ternyata ada banyak masalah yang disebabkan oleh Para Starlink kepada pengamatan astronomi dan kepada kondisi atmosfer kita, tidak hanya tentang biayanya. Banyaknya Starlink yang melintasi langit malam bisa meninggalkan garis-garis yang adalah jejak jalur mereka dalam pandangan teleskop, sedangkan cahayanya akan menjadi polusi cahaya. Padahal Starlink sudah dirancang agar tidak menghalangi pandangan ke angkasa saat malam hari. Para astronom mengatakan jumlah satelit yang terlihat akan melebihi jumlah bintang yang terlihat dan juga kecerahannya. Hasilnya adalah bukan bintang asli yang mereka temukan, melainkan bintang palsu alias si Starlink. Untuk mengatasi masalah ini, SpaceX akan mengurangi pantulan satelit dan akan menyesuaikan posisi Starlink sesuai permintaan. Tapi anehnya pada Maret 2020, baru ada satu Starlink bernama Starlink 1130 / DarkSat yang dipasanagi lapisan untuk mengurangi pantulan cahayanya. Itu sih sudah jelas tidak ada gunanya. 
Kiri : Starlink di dalam modul, Kanan : jalur lintasan Starlink dan mungkin ada komet / meteor

Para Starlink yang setelah mati akan terbakar di lapisan atmosfer atas Bumi sebenarnya bisa mengubah unsur kimia di atmosfer yang berdampak untuk kehidupan. Seorang peneliti dari Kanada bernama Aaron Boley mengatakan aluminium dari satelit akan menghasilkan aluminium oksida atau alumina selama pembakaran yang menyebabkan penipisan ozon dan menghilangkan kemampuan atmosfer untuk memantulkan panas. Itu akan sangat buruk karena bisa menggangu keseimbangan iklim Bumi. Polusi dari pembakaran Para Starlink bisa menyebabkan masalah yang mirip dengan polusi dari bahan bakar fosil. Jangan lupa juga bahwa kita saat ini juga sedang menghadapai masalah sampah plastik di lautan. Seakan belum cukup, para robot angkasa ini juga dikatakan bisa berisiko bertabrakan dengan satelit lain, walaupun sudah berada di ketinggian yang lebih rendah. Kritik ini sudah hampir terjadi 2 kali (kalau dari yang aku baca). Di awal program, nyaris terjadi tabrakan dengan satelit milik Eropa karena SpaceX yang tidak memindahkan salah satu Starlink yang bisa bertabrakan dengan satelit Eropa. Pada tahun 2021, giliran stasiun angkasa Tiangong China yang bermasalah dengan Starlink karena harus menghindar agar tidak bertabrakan dengan 'satelit ranjau' itu. Lebih parahnya, ada orang yang membeli Starlink untuk digunakan sebagai akses internet, tapi sampai 10 bulan setelah mereka melakukan proses pembelian, tidak ada akses internet untuk mereka. 
Antena khusus Starlink

Jadi, bahkan Starlink yang canggih saja memiliki banyak dampak negatif dan parahnya juga kepada tempat tinggal kita. Ini bisa mengajarkan kita agar berhati-hati saat melihat sesuatu yang keren karena bisa jadi ada sesuatu yang buruk dari 'benda' itu kepada kita. Satu lagi, kita harus menjaga Bumi kita karena kalau Bumi kita rusak, mau pindah ke mana kita? Tapi, aku tetap setuju dengan adanya Starlink, hanya saja semoga program ini bisa dikembangkan sehingga tidak merusak kehidupan, planet kita, dan angkasa. 
Jejeran Starlink

---------------

Lihat rekaman Bincang Seru AAC-nya ya : 

Post a Comment

0 Comments